PROFIL DAN SEJARAH NAGARI TOBOH GADANG TIMUR
1. Profil
Toboh Gadang Timur merupakan Nagari Pemekaran yang baru dimekarkan pada akhir Tahun 2016 sesuai Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan 43 Pemerintahan Nagari di Kabupaten Padang Pariaman.
Semula Nagari Toboh Gadang Timur merupakan bagian dari Nagari Toboh Gadang yang kemudian menjadi Nagari Induk. Nagari Toboh Gadang atau yang sekarang disebut Nagari induk dahulunya memiliki 20 Korong, setelah terjadi Pemekaran di Nagari, Nagari Toboh Gadang berubah menjadi 4 Nagari, yaitu Nagari Toboh Gadang Induk, Nagari Toboh Gadang Timur, Nagari Toboh Gadang Barat dan Nagari Toboh Gadang Selatan.
Nagari Toboh Gadang Timur terdiri dari 4 Korong yaitu Korong Toboh Rimbo Kaduduak, Korong Toboh Baru Toboh Gadang, Korong Tangah Padang, dan Korong Toboh Sawah Mansi. Masing-masing Korong dibawah Pengawasan Wali Korong. Nagari Toboh Gadang Timur tidak lepas dari Sejarah Nagari Toboh Gadang menurut versinya.
2. Sejarah
Versi Review
Ditinjau dari segi asal usul kedatangan Penduduk Nagari Toboh Gadang, pertama dari duo lareh (sumpu dan malalo) yang terdiri dari Suku Koto, Panyalai, Jambak, sehingga sampai saat ini yang menjadi urang tuo nan barampek ialah dari suku yang tersebut diatas yaitu “dua orang dari suku panyalai dan dua orang dari suku koto”. Mangkanya sampai saat ini “Toboh Gadang disebut adalah kepunyaan urang tuo nan barampek” dan secara teoritis sampai saat ini jika mengadakan sesuatu acara dalam bidang adat kalau tanpa seizin urang tuo nan berampek maka acara tersebut dinyatakan “tidak sah atau cacat secara hukum adat”. Namun yang sangat perlu diadakan pengawasan terhadap cupak dibaok urang pangaleh sehingga jangan sampai kewibawaan urang tuo nan berampek berangsur memudar oleh orang yang-orang yang ingin merobah (merubah) jati diri kita di Toboh gadang ini secara perlahan sehingga nantinya barasak tunggua dari panabangan dan generasi kedepan menjadi kehilangan sejarah.
Kedatangan kedua disusul oleh urang ampek lareh yang terdiri dari lima suku, karena kehadiranya kedalam wilayah Toboh Gadang ini menyusul urang tuo nan barampek, maka dengan kearifan dan kebijakannya urang tuo nan berampek membagi kekuasaan dengan urang ampek lareh yang terdiri dari lima suku tersebut. Ditinjau dari segi tempat yang dilalui perjalanan urang duo lareh mulai turun melalui Koto Buruak Lubuak Aluang baru ke Toboh karena lokasi tersebut yang paling dekat dari Malalo dan Sumpu. Urang nan ampek lareh limo suku turun dari Kayu Tanam, ke Pakandangan, Gadur dan Pondok Jambek Baru ke Toboh.
Ditinjau dari segi pemerintahan, urang tuo nan berampek dari dua suku tadi memakai sistem rantau dengan Hukum Body Chaniago, sistem yang paling demokratis sejak awal hingga kini/ segala sesuatu keputusan diambil secara mufakat/ duduak samo randah, tagak samo tinggi, daya serap aspirasi tinggi/ mambosek dari bumi/bottom up istilah inggris, kedudukan paling tinggi adalah alur dan patut = Kamanakan barajo Kamamak, Mamak barajo ka Penghulu, Penghulu barajo ka Mufakat, Mufakat barajo ka Laur jo Patuik.
Disebut Orang Toboh anak ndak bagambok dek orang keliling Toboh ialah :
Implementasinya anak ndak bagombak berayah ka ulakan, bermamak ke pekandangan dan beribu ke Lubuk Alung ialah apapun permintaan orang Toboh kepada Nagari tetangga yang tersebut tadi sampai saat ini disebut dengan istilah tak terpampan = tidak akan di tolak oleh tiga nagari tersebut sepanjang permintaan tersebut wajar. Namun karena Toboh Gadang tersebut anak ndak bagombak jadi tak ada yang bisa diminta oleh orang keliling tersebut ke Nagari Toboh Gadang karena yang akan diberikan tersebut juga tak dimiliki.
Versi Pertama (I)
Pada zaman dahulu tersebutlah nama Tuanku Lubuak Sidukuang yaitu Panjago Rantau (Penjaga Rantau) yang berkedudukan di Kayu Tanam, segala hal yang berkaitan dengan rantau terpulang dan dibawah wewenang Tuanku Lubuak Sidukuang, ketika itu Tuangku Lubuak Sidukuang memberi Tanah Ulayat untuk dikuasai pada urang tuo nan berampek dengan batas ombak badabua, karena salah dalam pemahaman urang tuo nan berampek zaman dahulu itu menguasai arah tiku dan air bangis. Karena daerah pesisir kearah selatan masih kosong, maka diberikan lagi tahap dua kepada ninik mamak nan berampek kedua yaitu dari parik pua hingga ombak badabua hilie, maka merata lah penyebaran penduduk saat itu, yaitu Lubuak Alung, Gadur, Ulakan sampai ke Kataping, namun daerah Toboh ini masih kosong tak berpenghuni.
Setelah itu Ninik Mamak bersuku Panyalai yang turun dari Sumpu mereka turun ke Lubuak Aluang dan disana mereka diserang oleh laka-laka (Ulat Kaki Seribu) setiap tempat yang mereka tempati selalu dikerubuti oleh laka-laka tersebut, karena jijik tak tertahankan maka pindahlah seseorang yang bernama Pakih Gumpan membawa adik perempuannya dan menetap di Toboh Baru. Dan untuk mengembangkan daerah Toboh yang masih kosong tersebut maka Pakih Gumpan meminta Tanah Ulayat dari Sintuk yang berbatas dengan Batang Kapas, Ulakan yang berbatas dengan Sikaladi dan Ketaping yang berbatas dengan Banda Kaladi Hitam di Parupuk (maka keluarlah istilah orang Toboh “beribu ke Lubuk Alung bermamak ke Pakandangan dan berayah ka Ulakan” di lambangkan juga dengan Atap Masjid Toboh yang berbentuk Segitiga kalau dilihat dari satu sisi mana saja ini artinya Orang Toboh tersebut susah untuk dipegang atau dikuasai jadi yang menetap pertama di Negeri ini adalah Pakih Gumpan dengan adik perempuannya yang bernama Pik Sawah.
Namun karena orang Ulakan tiap melewati Parik Pua selalu diganggu orang (digaduah/gadua/gadur) maka mereka selalu bertengkar, melihat kondisi ini Pakih Gumpan tak tega melihat family (keluarga) mereka bergaduh terus maka dijemputnyalah orang untuk menyelesaikan pergaduahan tersebut ke Pagaruyung yaitu Tuan Gadang di Batipuh yang bergelar Gajah Tongga Koto Piliang Harimau Campo Bodi Chaniago untuk menyelesaikan ke gaduahan yang telah lama berlangsung tersebut. Tuang Gadang sendiri ada lima bersaudara (1. Indomo di Saruaso, 2. Tuan Kadi di Padang Gantiang, 3. Mangkudun di Sumanik, 4. Pulang Titah di Sungai Tarab dan 5. Tuan Gadang di Batipuah/yang bergelar Gajah Tongga Kota Piliang, Hariamau Campo Bodi Chaniago).
Karena ada sanak kemenakan dari rantau yang selalu bergaduah dan telah ada Pakih Gumpan yang menjemput, mendengar berita ini maka Tuan Gadang segera turun dengan bergaroboh Toboh (Tergopoh-gopoh dan berangkat dengan pakaian seadanya yang melekat di badan) setiba diperbatasan Sintuk, maka ada yang bertanya bagaimana keadaan dan saat itu Pakih Gumpan menjawab hinggo batoboh Toboh Baru, setelah selang beberapa hari menetap di Toboh Baru maka Tuan Gadang menyelesaian pergaduahan yang terjadi dengan cara peretongan (Perhitungan) di Ulakan yang dibatalkan adalah Pemberi Ulayat oleh Tuanku Lubuk Sidukuang yang menyatakan memberi orang Gadur sekarang Ulayat Ombak Badabua dibatasi menjadi Park Pua/Mudik Pauh Kambar maka selesailah perkara.
Setelah lama tinggal di daerah kosong ini maka Tuan Gadang dinikahkan dengan Putri Wenak sanak kemenakan mamak di daerah Gaduah dan tinggal di Masjid. Sekarang, ketika Tuan Gadang ingin menyeru (memanggil) masyarakat untuk menyampaikan berita maka dibuatlah suatu Tabuah untuk dibunyikan, sehingga tiap Tabuah Tuan Gadang dibunyikan maka berkumpulah pemuka-pemuka masyarakat yang ada dikawasan yang diminta Pakih Gumpan tadi, dan ditetapkanlah batas dengan tanah yang diminta tersebut sampai dimana terdengar suara tabuah Tuan Gadang maka ditetapkanlah itu sebagai batas Toboh, yang mana dahulunya kolega bertani Pakiah bersama anggotanya berhasil menguasai Kubu Toboh Durian hingga Kubu Tapakis namun karena suara Tabuah Tuan Gadang hanya terdengar hingga Balai Senayan sekarang maka disanalah di Patok sebagai batas Toboh dengan istilah Toboh Tangah Tapakih Tangah, yang sekarang dijadikan nama Toboh Tangah, jadi untuk nama Toboh Gadang berasal dari Tabuah Tuan Gadang yang beralamat menjadi Toboh Gadang.
Versi kedua (II)
Tertulis/terdengar cerita daerah dalam Nagari yang lumayan subur, tumbuhan yang menghijau, diatas tanah yang datar di tumbuhi pohon dan semak yang masih lebat, namun kondisinya masih kosong, karena beberapa nenek moyang dahulunya Eksvansi/merantau dari darek mereka menetap di tanah kosong tersebut secara berkelompok-kelompok/ sepayung-sepayung/ bersama-sama/ bergerombol-gerombol/ Berkelompok-kelompok = Bertobo-Tobo (bahasa darek/sijunjung), dan kelompok-kelompok/ Tobo-tobo ini menempati lokasi mereka masing-masing mereka memakai nama sesuai dengan keadaan saat itu, ada mereka yang menempati satu lokasi dan mereka berasal dari Sikaladi dekat Simabur = Toboh Sikaladi, Dekat Pohon Cubadak = Toboh Cubadak, dekat Pohon Durian = Toboh Durian, dekat Pohon Kapas = Toboh Padang Kapas, dekat Ladang Pisang = Toboh Palak Pisang, dekat Rumput Parupuak/ Jenis Rumput yang tinggi dan beruas = Toboh Parupuak dan seterusnya sampai Toboh ini berjumlah 19 Toboh, namun karena perkembangannya pernah mencapai 21 Toboh, karena sudah banyaknya Toboh-Toboh ini maka dinamakan Toboh Gadang/Toboh Besar = sekarang Toboh Gadang yang termasuk didalamnya Toboh Gadang Timur.